Analisa Potensi Sektor Unggulan Kabupaten Magelang


Created At : 2020-12-03 00:00:00 Oleh : Arif Budianto Artikel Dibaca : 16605

                                                                                   

                                                                            Analisa Potensi Sektor Unggulan Kabupaten Magelang

                                                                                                                          Tahun 2014-2018


                                                                                                                                 Arif Budianto

                                                                                                                                    Diskominfo Kabupaten Magelang

 

Abstract:

Economic development is directed at promoting economic growth. To carry out development with limited resources, development is focused on sectors that have a multiplier impact on the economy as a whole. This study aims to determine the leading and non-superior sectors in the economy of Magelang Regency. The data used in this research is the Gross Regional Domestic Product in Magelang Regency (GRDP) 2014-2018 and other secondary data. The method used is the LQ analysis and Shift share. Based on the results of the analysis, there are four sectors which are the leading sectors in Magelang Regency with the criteria belonging to the basic sector and having positive competitive advantage values: the sector of Water Supply, Sewerage,Waste Managemen and Remediation Activities; Information and Communication; Transportation and Storage; and Other Services Activities.

Keywords: Leading Sector, Location Quotient (LQ), Shift Share (SS)


Pembangunan daerah merupakan sebuah proses pemanfaatan sumber daya guna menciptakan lapangan kerja meningkatkan daya saing daerah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bertujuan akhir menimgkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tentu saja menjadi muara dari sebuah proses pembangunan. Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan dampak kepada masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan dan kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Potensi daerah satu dengan daerah lainnya pasti berbeda-beda, karena hal ini terkait dengan karakteristik masing-masing daerah tersebut. Sehingga dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah.

Dalam mengukur tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi sangat perlu adanya alat ukur yang standar, sehingga keterbandingan antar waktu dan antar daerah bisa dilakukan. Ukuran paling komprehensif dari tingkat aktivitas keseluruhan suatu negara adalah nilai total produksi barang dan jasa suatu negara, yang disebut produk nasional. Salah satu ide paling penting dalam makroekonomi adalah bahwa produk nasional sama dengan pendapatan nasional. (Lipsey, Courant, Purvis and Steiner; 1995).

Perekonomian Kabupaten Magelang diprediksi akan mengalami peningkatan. Pembangunan infrastruktur yang tengah gencar-gencarnya diyakini mampu mengangkat derajat perekonomian Kabupaten Magelang menuju level yang lebih tinggi. Selama kurun waktu 2014-2018 perekonomian Kabupaten Magelang cenderung meningkat. Berdasarkan penghitungan, secara nominal PDRB Kabupaten Magelang atas dasar harga berlaku tahun 2018 telah meningkat sekitar 3,26 triliun rupiah dibanding tahun 2014. Sementara nilai PDRB tahun 2018 atas dasar harga konstan tahun dasar 2010 juga naik sekitar 4,13 triliun rupiah

PDRB Menurut Lapangan Usaha

Nilai PDRB Kabupaten Magelang atas dasar harga (Adh) berlaku selama 2014-2018 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 nilai PDRB Kabupaten magelang adh Berlaku sebesar 21.92 triliun rupiah, meningkat menjadi 30.32 triliun rupiah ditahun 2018, terjadi peningkatan sekitar 38.32 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Selain dinilai adh berlaku, PDRB menurut lapangan usaha juga dinilai adh konstan 2010 atau atas dasar harga berbagai produk yang dinilai dengan harga pada tahun 2010. Melalui pendekatan penghitungan adh konstan didapatkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Magelang adalah sebesar 22,07 triliun rupiah pada 2018, meningkat 23,07 persen dibanding tahun 2014, yang hanya mencapai 17,94 triliun rupiah

 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Magelang Tahun 2014-2018 (miliar rupiah):

Sektor

Lapangan Usaha

2014

2015

2016

2017*

2018**

A

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

3968,48

4109,14

4245,74

4324,89

4458,86

B

Pertambangan dan Penggalian

738,29

750,94

774,49

809,46

836,42

C

Industri Pengolahan

3802,68

4012,57

4238,43

4435,65

4672,71

D

Pengadaan Listrik dan Gas

11,27

11,44

11,99

12,58

13,26

E

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang

18,41

18,65

19,06

20,40

21,51

F

Konstruksi

1691,12

1791,41

1904,58

2027,73

2148,79

G

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

2588,14

2691,44

2839,00

3020,27

3165,17

H

Transportasi dan Pergudangan

672,28

729,69

777,89

825,56

876,76

I

Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum

728,54

776,59

824,43

876,85

940,61

J

Informasi dan Komunikasi

754,79

826,10

894,63

1014,06

1143,53

K

Jasa Keuangan dan Asuransi

457,85

496,49

539,88

572,15

595,70

L

Real Estate

371,87

399,22

426,19

453,89

476,87

M,N

Jasa Perusahaan

41,54

45,58

50,32

55,00

60,45

O

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

655,89

683,67

698,85

716,81

738,66

P

Jasa Pendidikan

902,15

966,24

1030,49

1109,54

1200,01

Q

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

136,20

145,63

160,13

174,78

189,95

R,S,T,U

Jasa lainnya

396,80

409,85

446,13

487,67

535,74

PDRB

17936,29

18864,65

19882,24

20937,29

22075,00

Sumber : BPS Kabupaten Magelang

Berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan PDRB di Kabupaten Magelang sejak tahun 2014-2018 terjadi perkembangan, dilihat dari PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan. Secara umum setiap sektoral mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB dari tahun ketahun. Hal ini tidak lepas dari peran sektor-sektor ekonomi sebagai penyumbang atas terbentuknya PDRB suatu wilayah. Semakin besar sumbangan atau peran suatu sektor ekonomi  dalam pembentukan PDRB, maka semakin besar pula pengaruh sektor tersebut dalam perkembangan perekonomian suatu daerah.

Selama lima tahun terakhir (2014-2018) struktur perekonomian Kabupaten Magelang didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan usaha diantaranya Industri Pengolahan; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Kontruksi; dan Jasa Pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari peranan masing-masing lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Magelang.

Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Magelang pada tahun 2018 dihasilkan oleh lapangan usaha Industri Pengolahan yaitu mencapai 21.17 persen, angka ini turun dari 21,20 di tahun 2014. Selanjutnya lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 20,20 Persen (turun dari 22,13 persen ditahun 2014), di susul oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 14.34 persen. (turun dari 14.43 persen di tahun 2014). Berikutnya lapangan usaha kontruksi sebesar 9,73 Persen (naik dari  9.43 persen di tahun 2014) dan lapangan usaha jasa Pendidikan sebesar 5,44 persen.

Persentase Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Kabupaten Magelang Tahun 2014-2018 (dalam persen)

Sektor

Lapangan Usaha

2014

2015

2016

2017*

2018**

A

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

22,13

21,78

21,35

20,66

20,20

B

Pertambangan dan Penggalian

4,12

3,98

3,90

3,87

3,79

C

Industri Pengolahan

21,20

21,27

21,32

21,19

21,17

D

Pengadaan Listrik dan Gas

0,06

0,06

0,06

0,06

0,06

E

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang

0,10

0,10

0,10

0,10

0,10

F

Konstruksi

9,43

9,50

9,58

9,68

9,73

G

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

14,43

14,27

14,28

14,43

14,34

H

Transportasi dan Pergudangan

3,75

3,87

3,91

3,94

3,97

I

Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum

4,06

4,12

4,15

4,19

4,26

J

Informasi dan Komunikasi

4,21

4,38

4,50

4,84

5,18

K

Jasa Keuangan dan Asuransi

2,55

2,63

2,72

2,73

2,70

L

Real Estate

2,07

2,12

2,14

2,17

2,16

M,N

Jasa Perusahaan

0,23

0,24

0,25

0,26

0,27

O

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

3,66

3,62

3,51

3,42

3,35

P

Jasa Pendidikan

5,03

5,12

5,18

5,30

5,44

Q

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

0,76

0,77

0,81

0,83

0,86

R,S,T,U

Jasa lainnya

2,21

2,17

2,24

2,33

2,43

 

PDRB

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Sumber : BPS Kab. Magelang

 

Meskipun sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan masih sangat dominan, tetapi kontribusinya terhadap PDRB mengalami penurunan perlahan-lahan ditahun dari 2014 hingga tahun 2018. Sebaliknya sektor lain seperti Konstruksi; Transportasi dan Pergudangan ; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum;  Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Jasa lainnya menunjukkan peningkatan kontribusi secara perlahan-lahan.

 

Berdasarkan sifat output barang yang dihasilkan, 17 kategori lapangan usaha PDRB dapat diagregasi dalam tiga kelompok besar, yaitu sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Disebut sektor primer bila outputnya masih tergantung pada sumber daya alam. Yang termasuk sektor primer adalah lapangan usaha pertanian dan pertambangan. Lapangan usaha yang input utamanya berasal dari sektor primer disebut sektor sekunder. Yang termasuk sektor sekunder ini adalah lapangan usaha industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; pengadaan air; dan konstruksi. Sementara lapangan usaha lainnya, yaitu perdagangan dan reparasi mobil dan motor; transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan; real estat; jasa perusahaan; jasa pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa kesehatan; dan jasa lainnya dikelompokkan ke dalam sektor tersier.

 

Perekonomian Kabupaten Magelang mengalami transformasi dari ketergantungan terhadap sektor pertanian kepada sektor-sektor lainnya. Dengan seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan kontribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan kepada strategi kebijakan pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan, dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas, sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multipliereffect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan.

 

Pergeseran perubahan struktur ekonomi terjadi secara pelan namun pasti. Peranan lapangan usaha pertanian perlahan semakin tergeser seiring dengan meningkatnya peranan sektor sekunder. Banyak faktor yang menyebabkan sektor pertanian bukan lagi andalan. Realita menunjukkan berkurangnya lahan pertanian karena alih fungsi menjadi kawasan perumahan, pertokoan serta rumah makan, belum adanya standar harga yang jelas untuk komoditas pertanian serta lambatnya pertumbuhan teknologi pertanian tidak sebanding dengan kecepatan teknologi di bidang jasa menjadi faktor utama mulai tergesernya sektor pertanian. Namun demikian peranan sektor usaha pertambangan dan penggalian menunjukkan pergerakan yang positif. Realisasi pembangunan infrastruktur yang  membutuhkan pasokan bahan-bahan galian dalam kapasitas besar ternyata mampu meningkatkan geliat usaha di sektor pertambangan dan penggalian.

 

Agregat makro lain yang dapat diturunkan dari data PDRB adalah pertumbuhan riil PDRB atau lebih dikenal dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pertumbuhan ekonomi bisa menjadi salah satu tolok ukur untuk menggambarkan kinerja pembangunan di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang dari tahun 2014-2018 terlihat fluktuatif namun cenderung menguat. Dengan kisaran di atas lima persen, yaitu sebesar 5,38 persen (2014), 5,18 persen (2015), 5,39 persen (2016), 5,31 persen (2017), dan 5,43 persen (2018).

Struktur PDRB Kabupaten Magelang

Dengan laju pertumbuhan sebesar 5,43 persen, pertumbuhan didukung oleh semua lapangan usaha tanpa terkecuali. Pada 2018, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 12,77 persen. Perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat serta semakin mudahnya mendapatkan paket data internet turut mendukung tingginya pertumbuhan sektor ini. Lapangan usaha lain yang juga tumbuh cepat adalah Jasa Perusahaan 9,89 persen dan Jasa Lainnya sebesar 9,86 persen.

Besarnya peranan berbagai lapangan usaha ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa sangat menentukan struktur ekonomi suatu daerah. Struktur ekonomi yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh setiap lapangan usaha menggambarkan seberapa besar ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari setiap lapangan usaha. Selama lima tahun terakhir (2014-2018), struktur perekonomian Kabupaten Magelang didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan usaha, diantaranya: Industri Pengolahan; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor; Konstruksi; dan Jasa Pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari peranan masing-masing lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Magelang. Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Magelang pada tahun 2018 dihasilkan oleh lapangan usaha industri pengolahan, yaitu mencapai 21,81 persen (angka ini meningkat dari 21,62 persen di tahun 2014). Selanjutnya lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 21,62 persen (turun dari 23,63 persen di tahun 2014), disusul oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor sebesar 13,58 persen (turun dari 13,60 persen di tahun 2014). Berikutnya, lapangan usaha Konstruksi sebesar 9,56 persen (naik dari 9,27 persen di tahun 2014) dan lapangan usaha Jasa Pendidikan sebesar 6,24 persen

Perbandingan Nilai PDRB Antar Kabupaten/Kota

Sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, masing-masing kabupaten/kota mempunyai hak dalam hal mengatur kebijakan fiskal dan menentukan arah pembangunan. Daerah tidak lagi harus menunggu segala sesuatunya dari Pusat, melainkan bisa melakukan improvisasi sesuai kebutuhan dan aspirasi lokal. Hal ini menyebabkan perkembangan kinerja perekonomian daerah/wilayah sangat tergantung pada strategi pembangunan ekonomi yang diterapkan oleh pembuat kebijakan (decision maker) di tingkat kabupaten/kota. Namun pada pelaksanaannya, dari sisi sumber pendapatan, daerah masih tetap tergantung pada pusat. Hanya saja dari sisi pengeluarannya, daerah memang sudah semakin mempunyai keleluasaan dalam membelanjakan uang yang diterima dari pusat, khususnya dari dana perimbangan. Masih tingginya tingkat ketergantungan daerah terhadap pusat menjadi polemik yang belum bisa terpecahkan hingga kini.

 

Nilai PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Atas Dasar Harga Berlaku,
2014 – 2018 (juta rupiah)

No

Kabupaten/Kota

PDRB ADHK 2010 Tahun 2018

(%)

Kabupaten

1

Cilacap

110928209,01

8,745489

2

Banyumas

49896126,75

3,933769

3

Purbalingga

23190328,56

1,828306

4

Banjarnegara

20083035,69

1,58333

5

Kebumen

26000351,87

2,049846

6

Purworejo

17349993,77

1,367859

7

Wonosobo

17449689,81

1,375719

8

Magelang

30324065,47

2,390724

9

Boyolali

30221796,39

2,382662

10

Klaten

37055979,36

2,921463

11

Sukoharjo

34204232,73

2,696633

12

Wonogiri

27229271,26

2,146733

13

Karanganyar

34287872,56

2,703228

14

Sragen

35097579,81

2,767064

15

Grobogan

25434299,67

2,005219

16

Blora

24137906,43

1,903013

17

Rembang

17604514,67

1,387925

18

Pati

39915377,58

3,146895

19

Kudus

104539342,4

8,241796

20

Jepara

28064378,34

2,212572

21

Demak

24440048,24

1,926833

22

Semarang

46229865,77

3,644724

23

Temanggung

20207517,86

1,593144

24

Kendal

39457178,73

3,110771

25

Batang

20208846,42

1,593249

26

Pekalongan

21303721,56

1,679568

27

Pemalang

23645704,78

1,864208

28

Tegal

33079234,1

2,60794

29

Brebes

43018481,09

3,391542

Kota/Municipality

1

Magelang

8198108,99

0,646332

2

Surakarta

44427890,52

3,502658

3

Salatiga

12302428,92

0,969913

4

Semarang

174649261,9

13,7692

5

Pekalongan

10114282,24

0,797402

6

Tegal

14108025,14

1,112265

1268404948,36

100,00

                                                                                            Sumber : BPS Kab. Magelang

Angka PDRB level daerah kabupaten/kota menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur potensi ekonomi yang dimiliki serta memetakan sektor-sektor yang potensial berkembang pada tiap daerah. Tingginya angka PDRB yang dicapai menunjukkan kemapanan daerah secara ekonomi sehingga ketergantungan daerah terhadap pusat diharapkan bisa menurun. Dengan membandingkan angka PDRB antar daerah dalam satu wilayah, maka dapat dipetakan daerah mana yang sudah mapan, berkembang ataupun masih tertinggal secara ekonomi dan finansial. Dengan demikian menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tepat sehingga program-program pembangunan yang dicanangkan bisa tepat sasaran.

Tabel di atas memperlihatkan perbandingan nilai nominal PDRB antardaerah. Kondisi tahun 2018, kontribusi Kabupaten Magelang terhadap pembentukan PDRB Provinsi Jawa Tengah hanya mampu menyumbang sebesar 2.39 persen. Kontribusi Kabupaten Magelang sejajar dengan beberapa Kabupaten di Jawa Tengah yaitu Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Jepara dan Tegal. Sementara Kabupaten Cilacap mempunyai share PDRB yang paling besar, disusul dengan Kabupaten Kudus. 

Pola perekonomian tradisional di Kabupaten Magelang terlihat dengan masih besarnya peranan kategori pertanian dalam PDRB nya. Pembangunan Borobudur sebagai salah satu KSPN diharapkan mampu menjadi pendongkrak tumbuhnya sektor-sektor ekonomi yang lebih modern, seperti industri, perdagangan, akomodasi dan juga jasa-jasa. Pembangunan infrastruktur diyakini dapat merangsang tumbuhnya sektor-sektor potensial diluar kategori pertanian.

TINJAUAN TEORITIK

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang memberikan informasi tentang gambaran keberhasilan pembangunan ekonomi regional dapat disajikan berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) dan berdasarkan atas dasar harga konstan (ADHK). Di mana PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.

Menurut teori Neoklasik, tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas per kapita meningkat (Robinson Taringan M.R.P, 2005:52). Samuelson dalam Taringan (2005:55), setiap negara atau wilayah perlu melihat sektor atau komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.

Teori pertumbuhan wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi. Menurut Sirojuzilam (2008:18) Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagaidampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bilang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat
pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial atau bangsa atau negara dan juga dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah.

Sektor Basis

Di era otonomi daerah sekarang ini pembangunan daerah akan semakin kompleks. Adanya kesenjangan antara daerah dan berkembangnya globalisasi mengakibatkan persaingan antar daerah menjadi semakin ketat. Hal ini mendorong suatu daerah harus meningkatkan daya saing wilayahnya agar kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Teori basis ekonomi Richardson tahun 1973 dalam Suyatno (2000) menyatakan pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja, dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.

Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sector unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relative besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik kedapan maupun kebelakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya,2006). Sektor basis adalah yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Adventage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 1985:89).

Keunggulan kompetitif menganalisis kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah/luar negeri/pasar global. Istilah keunggulan kompetitif lebih mudah dimengerti, yaitu cukup melihat apakah produk yang dihasilkan bisa dijual di pasar global secara global secara menguntungkan. Hal ini tidak lagi membandingkan potensi komoditi yang sama di suatu negara dengan negara lainya, melainkan membandingkan potensi komoditi suatu suatu negara terhadap komoditi semua negara pesaingnya di pasar global. Terkait dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu: Sumber daya alam, teknologi, akses wilayah, pasar, sentra produksi, tenaga kerja, sifat masyarakat dan kebijakan pemerintah.

Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan Luas lingkup produksi dan pemasaranya adalah bersifat lokal. Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplyer effect) dalam perekonomian regional (H.Rahardjo Adisasmita, 2005:28).

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim didigunakan adalah kuosien lokasi (location quotient). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Analisis Location Quotient dapat menggunakan variabel tenaga kerja dan Produk Domestik Bruto (PDRB) di suatu wilayah (Kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama diprovinsi dimana kabupaten tersebut dalam lingkupnya. (Rahardjo Adisasmita, 2005:29).

Menurut Arsyad (2005:116), teori basis ekonomi ini merupakan faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).

Teori basis ekonomi ini didasarkan pada pemikiran bahwa suatu wilayah harus meningkatkan arus atau aliran langsung dari luar wilayah agar bisa tumbuh
secara efektif, yaitu dengan cara meningkatkan ekspor. Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Tiebout, dalam bukunya Nugroho dan Dahuri (2004:58) Tiebout mengemukakan bahwa pasar ekspor merupakan penggerak utama atau sebagai mesin pertumbuhan ekonomi wilayah. Hasil ekspor mendatangkan pendapatan dan pendapatan tambahan melalui pengaruh pengganda
. Dengan demikian, kegiatan ekspor mengakibatkan pemasukan uang ke dalam wilayah dan dorongan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian wilayah.


Pergeseran Sektor Ekonomi

Menurut Todaro (2003:133), teori-teori perubahan struktural memusatkan perhatian pada transformasi struktur ekonomi dari pola pertanian ke struktur yang lebih modern serta memiliki sektor industri manufaktur dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Aliran pendekatan struktural ini didukung oleh Lewis yang terkenal dengan model teoritisnya “surplus tenaga kerja dua sektor” dan Chenery yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan” (patterns of depelovment). Perekonomian suatu daerah dalam jangka panjang akan terjadi perubahan struktur perekonomian dimana semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri. Dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian desa ke sektor industri kota, sehingga menyebabkan kontribusi pertanian menurun. Faktor penyebab terjadinya perubahan struktur perekonomian antara lain ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal dan investasi yang masuk ke suatu daerah.

Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah

Menurut Arsyad (2005:108), permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous depelovment) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja dan merangsang peningkatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Menurut Emma (2014:4), sektor unggulan adalah sektor atau kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi, kinerja dan prospek yang lebih baik dibandingkan dengan sektor lainnya sehingga diharapkan mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya, demi terciptanya kemandirian pembangunan wilayah. Sektor unggulan dapat pula diartikan sebagai sektor yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar yang ditunjukkan dengan parameter-parameter seperti: 1.   Sumbangan sektor perekonomian terhadap perekonomian wilayah yang cukup tinggi.  2.   Sektor yang mempunyai multiplier effect yang tinggi. 3.  Sektor yang kandungan depositnya melimpah.  4.  Memiliki potensi added value yang cukup baik.  Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah yang sesuai era otonomi daerah saat ini, dimana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.


Menurut Rachbini dalam jurnal Lantemona (2014), ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi sektor prioritas, yaitu : 1. Sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut. 2. Karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas. 3. Harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun pemerintah. Sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mencoba menggambarkan pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor unggulan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Magelang. Penelitian  ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kuantitatif, yaitu mendeskripsi secara sistematis, faktual, danakurat terhadap suatu perlakuan pada wilayah tertentu. Metode kuantitatif lebih cocok digunakan pada penelitian ini karena untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi ekonomi dilakukan dengan cara mengukur variabel-variabel yang terkait berdasarkan PDRB sektoral untuk mengungkap kecenderungan dan membuktikan secara matematis sederhana berbagai data yang bersifat kuantitatif. Hasil identifikasi dan analisis berupa penentuan sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Magelang, sehingga dapat menjadi bahan masukan atau saran dalam pengembangan potensi ekonomi regional Kabupaten Magelang.

 

Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan beberapa metode analisis data yaitu analisis Location Quotient digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam perekonomian Kabupaten Magelang dan analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Magelang.

Metode LQ

Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Magelang yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi/basis kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam bukunya Kuncoro sebagai berikut:


Keterangan:

PDRBb,i          = PDRB sektor i di Kabupaten Magelang pada tahun tertentu

∑PDRBb         = Total PDRB di Kabupaten Magelang pada tahun tertentu

PDRBss,i          = PDRB sektor i di Provinsi Jawa Tengah pada tahun tertentu

∑PDRBss        = Total PDRB di Provinsi Jawa Tengah pada tahun tertentu


Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkinan nilai LQ yang dapat diperoleh Bendavid-Val dalam bukunya Kuncoro (2004:183) yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah Kabupaten Magelang adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Propinsi Jawa Tengah.

2.    Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah Kabupaten Magelang lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Propinsi Jawa Tengah.

3.    Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah Kabupaten Magelang lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Propinsi Jawa Tengah.

Apabila nilai LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Magelang. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Magelang.


Analisis Shift Share

Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Magelang. Hasil analisis shift share akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Magelang dibandingkan Provinsi Jawa Tengah. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten Magelang memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya. Teknik analisis shift share menurut Arsyad (2005:139-140), membagi perubahan pertumbuhan (Dij) menjadi tiga komponen, yaitu:

1.   Pengaruh pertumbuhan ekonomi di atasnya (Nij), yang diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2. Pengaruh pergeseran proporsional atau bauran industri (Mij), yang mengukur perubahan pertumbuhan atau penurunan pada daerah studi dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Dimana melalui pengukuran ini dimungkinkan untuk mengetahui apakah perekonomian daerah     studi terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

3.  Pengaruh pergeseran diferensial atau keunggulan kompetitif (Cij), yang menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian      yang dijadikan acuan, dimana jika pergeseran diferensial dari suatu sektor adalah positif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang sektor          yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Menurut Soepomo dalam jurnal Basuki dan Gayatri (2009), bentuk umum analisis shift share dan komponen-komponennya adalah:

Dij       = Nij + Mij + Cij

Nij       = Eij . rn

Mij       = Eij (rin – rn)

Cij        = Eij (rij – rin)

 

Keterangan:
i           = Sektor-sektor ekonomi yang diteliti

j           = Variabel wilayah yang diteliti (Kabupaten Magelang)

Dij       = Perubahan sektor i di daerah j (Kabupaten Magelang)

Nij       = Pertumbuhan sektor i di daerah j (Kabupaten Magelang)

Mij       = Bauran industri sektor i di daerah j (Kabupaten Magelang)

Cij        = Keunggulan kompetitif sektor i di daerah j (Kabupaten Magelang)

Eij        = PDRB sektor i di daerah j (Kabupaten Magelang)

Rij        = laju pertumbuhan sektor i di daerah j (Kabupaten Magelang)

Rin      = laju pertumbuhan sektor i di daerah n (Provinsi Jawa Tengah)

Rn       = laju pertumbuhan PDRB di daerah n (Provinsi Jawa Tengah)



PEMBAHASAN

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ)

Nilai LQ dapat dikatakan sebagai petunjuk untuk dijadikan dasar untuk menentukan sektor yang potensial untuk dikembangkan, karena sektor tersebut tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di dalam daerah, akan tetapi dapat juga memenuhi di daerah lain atau surplus. Dari hasil perhitungan indeks Location Quotient PDRB Kabupaten Magelang selama periode pengamatan tahun 2014-2018, maka dapat teridentifikasikan sektor-sektor basis dan non basis. Nilai LQ > 1 berarti bahwa peranan suatu sektor di kabupaten lebih dominan dibandingkan sektor ditingkat provinsi dan sebagai petunjuk bahwa kabupaten surplus akan produk sektor tersebut. Sebaliknya apabila nilai LQ<1 berarti peranan sektor tersebut lebih kecil di kabupaten dibandingkan peranannya di tingkat provinsi.

Hasil Perhitungan Indeks LQ Kabupaten Magelang Tahun 2014-2018

Lapangan Usaha

Tahun

Keterangan

2014

2015

2016

2017

2018

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1,57

1,54

1,56

1,56

1,57

Basis

Pertambangan dan Penggalian

2,02

1,97

1,71

1,70

1,71

Basis

Industri Pengolahan

0,60

0,60

0,61

0,61

0,62

Non Basis

Pengadaan Listrik dan Gas

0,55

0,55

0,55

0,55

0,55

Non Basis

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang

1,38

1,38

1,38

1,39

1,39

Basis

Konstruksi

0,94

0,94

0,94

0,93

0,93

Non Basis

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

1,00

1,00

0,99

1,00

0,99

Non Basis

Transportasi dan Pergudangan

1,15

1,17

1,18

1,18

1,16

Basis

Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum

1,32

1,33

1,32

1,32

1,31

Basis

Informasi dan Komunikasi

1,07

1,07

1,07

1,07

1,07

Basis

Jasa Keuangan dan Asuransi

0,97

0,98

0,98

0,99

0,99

Non Basis

Real Estate

1,15

1,15

1,15

1,15

1,14

Basis

Jasa Perusahaan

0,70

0,71

0,71

0,71

0,71

Non Basis

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

1,33

1,32

1,31

1,31

1,29

Basis

Jasa Pendidikan

1,41

1,41

1,40

1,41

1,41

Basis

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

0,98

0,99

0,99

0,99

0,99

Non Basis

Jasa lainnya

1,42

1,43

1,43

1,43

1,43

Basis

Sumber : Data di olah

Berdasarkan  hasil perhitungan indeks LQ, menunjukkan bahwa terdapat sepuluh  sektor basis di Kabupaten Magelang yaitu, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Real Estate; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan dan Jasa lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada sektor tersebut Kabupaten Magelang telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya dan dimungkinkan untuk mengekspor keluar daerah barang dan jasa. Sektor Pertambangan dan Penggalian  merupakan sektor dengan nilai LQ tertinggi, yakni rata-rata selama lima tahun mencapai 1,82 kemudian diikuti oleh sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan nilai LQ sebesar 1,56.

Kesepuluh sektor lapangan usaha tersebut dinilai potensial, sehingga jika dikembangan lebih lanjut akan memiliki peluang menjadi sektor yang maju. Terlebih dengan ditetapkanya Borobudur menjadi salah satu Kawasan Strategis Prioritas Nasional (KSPN) sebagai salah satu destinasi pariwisata, lapangan usaha ini akan mendukung dan diharapkan akan maju dan berkembang. Meskipun sektor basis merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang, akan tetapi peran sektor non basis tidak dapat diabaikan begitu saja. Karena dengan adanya sektor basis akan dapat membantu pengembangan sektor non basis menjadi sektor basis baru.

ANALISIS SHIFT SHARE

Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang dikaitkan dengan perekonomian daerah yang menjadi referensi, yaitu Provinsi Jawa Tengah. Analisis Shift Share dalam penelitian ini menggunakan variabel pendapatan, yaitu PDRB untuk menguraikan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang. Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah sektor tertentu dalam PDRB Kabupaten Magelang merupakan penjumlahan dari Provincial Share atau pertumbuhan nasional (Nij), Proportional Shift atau bauran industri (Mij), dan Differential Shift atau keunggulan kompetitif (Cij).

Menurut Glasson (1977:95), kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift dan Differential Shift memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Proportional shift merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Differential Shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan.

Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Magelang

Tahun 2014-2018

Lapangan Usaha

Komponen

Perubahan

Nij

Mij

Cij

Dij

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

914,740157

-414,907

-9,45333

490,3798308

Pertambangan dan Penggalian

170,1759365

81,513769

-153,556

98,13402415

Industri Pengolahan

876,5230175

-166,8018

160,3087

870,0298768

Pengadaan Listrik dan Gas

2,597576858

-0,485073

-0,12175

1,99075357

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang

4,242926595

-1,296994

0,156687

3,102619585

Konstruksi

389,8049215

89,021455

-21,1539

457,6724854

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

596,5703981

4,9448963

-24,4877

577,0275902

Transportasi dan Pergudangan

154,9608312

41,106017

8,415914

204,4827627

Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum

167,9290778

55,415155

-11,2725

212,071726

Informasi dan Komunikasi

173,9796555

211,07186

3,69057

388,7420883

Jasa Keuangan dan Asuransi

105,5345103

20,358018

11,95984

137,8523716

Real Estate

85,71737903

22,810245

-3,53123

104,996396

Jasa Perusahaan

9,574408173

8,2247143

1,113564

18,91268618

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

151,1830021

-49,66313

-18,7475

82,77237851

Jasa Pendidikan

207,9475501

90,499091

-0,58981

297,856834

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

31,39475004

20,888021

1,465225

53,74799554

Jasa lainnya

91,46313185

42,370097

5,105972

138,9392012

Jumlah

4134,33923

55,069335

-50,6969

4138,71162

 

Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa selama tahun 2014-2018, nilai PDRB sektoral Kabupaten Magelang telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB tersebut tumbuh sebesar Rp 4138,71162 miliar. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional (Nij), pertumbuhan proporsional (Mij), dan keunggulan kompetitif (Cij). Menurut perhitungan komponen pertumbuhan nasional (Nij), dalam hal ini pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah telah mempengaruhi pertumbuhan PDRB Kabupaten Magelang sebesar Rp 4134,33923 miliar. Nilai positif menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Magelang masih sangat bergantung pada perekonomian Jawa Tengah. Komponen bauran industri (Mij) menyatakan besar perubahan perekonomian wilayah sebagai akibat adanya bauran industri. Hasil analisis menunjukkan bahwa bauran industri memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan perekonomian Kabupaten Magelang, yaitu sebesar Rp 55,069335 miliar. Nilai positif mengindikasikan bahwa komposisi sektor pada PDRB Kabupaten Magelang cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh relatif maju.

Dapat dilihat pula sektor-sektor yang memiliki pengaruh negatif dari komponen bauran industri yaitu, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan;  Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki nilai komponen bauran industri positif yaitu, sektor Pertambangan dan Penggalian; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Jasa lainnya.

Nilai perhitungan komponen keunggulan kompetitif (Cij),  sebesar Rp -50,6969 miliar.  Nilai ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor perekonomian Kabupaten Magelang kurang mempunyai daya saing di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Terdapat tujuh sektor yang memiliki nilai keunggulan kompetitif positif yaitu, Industri Pengolahan; Transportasi dan Pergudangan; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Jasa Perusahaan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Jasa lainnya. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor ekonomi yang tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di tingkat Provinsi Jawa Tengah, sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam  memacu pertumbuhan PDRB di Kabupaten Magelang. Sedangkan sektor lainnya yaitu, sektor  Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Real Estate; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dan Jasa Pendidikan memiliki nilai negatif sehingga sektor-sektor tersebut pertumbuhannya lambat ditingkat Provinsi Jawa Tengah.

Analisis ini digunakan untuk mengambil kesimpulan dengan menggabungkan dua hasil analisis yaitu, analisis Location Quotient dan analisis Shift Share untuk menentukan sektor unggulan. Berdasarkan hasil analisis per sektor, terdapat empat sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Magelang dengan kriteria tergolong ke dalam sektor basis dan memiliki nilai keunggulan kompetitif yang positif yaitu, sektor  Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Informasi dan Komunikasi; Transportasi dan Pergudangan dan Jasa lainnya dengan nilai LQ > 1 dan komponen keunggulan kompetitif (Cij) mempunyai nilai positif yang menunjukkan sektor ini mempunyai daya saing yang tinggi di tingkat provinsi, sehingga pertumbuhannya di daerah lebih cepat dari provinsi.

Analisis penentuan sektor unggulan diperlukan sebagai dasar untuk perumusan pola kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Magelang dimasa mendatang, sehingga kebijakan pembangunan ekonomi dapat di arahkan untuk menggerakkan sektor-sektor tersebut. Prioritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Magelang haruslah didasarkan pada sektor unggulan, tidak hanya didasarkan pada sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga memperhatikan teknologi dan kualitas sumber daya manusia, sehingga output yang dihasilkan akan mempunyai daya saing yang tinggi, karena didukung oleh potensi spesifik yang dimiliki daerah. Pemerintah Kabupaten Magelang dapat mengembangkan sektor-sektor yang mempunyai daya saing, tidak hanya terbatas pada peningkatan jasa pemerintahan pelayanan sosial seperti pendidikan dan rumah sakit. Tetapi juga dapat dilakukan pengembangan yang bersifat langsung seperti pengembangan pemasaran, pengembangan destinasi, pengembangan kemitraan, dan penataan wilayah dalam memacu perkembangan atau pertumbuhan ekonomi daerah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga mendorong tercapainya kesejahteraan masyarakat.

PENUTUP

Berdasarkan hasil perhitungan dari analisis Location Quotient dan analisis Shift Share, menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Magelang dengan kriteria tergolong ke dalam sektor basis dan kompetitif atau memiliki daya saing yang kuat di tingkat Provinsi Jawa Tengah yaitu sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Informasi dan Komunikasi; Transportasi dan Pergudangan dan Jasa lainnya.  Sebagai rekomendasi, khususnya bagi pemerintah Kabupaten Magelang dalam upaya meningkatkan PDRB agar lebih mengutamakan pengembangan keempat sektor unggulan tersebut. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Informasi dan Komunikasi; Transportasi dan Pergudangan dan Jasa lainnya  sebagai sektor unggulan memiliki kontribusi tinggi dalam perekonomian Kabupaten Magelang, sehingga perlu mendapatkan prioritas pengembangan dengan  tidak mengabaikan sektor sektor lainnya, sehingga dalam jangka pendek, menengah atau panjang dapat memberikan dampak yang tinggi pula bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Magelang. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan menentukan sektor unggulan, kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menganalisis sub sektor unggulan bahkan sampai pada tahapan komoditi unggulan. Sehingga memudahkan pemerintah Kabupaten Magelang dalam mengembangkan komoditas melalui penerapan yang aplikatif pada penerapan kebijakan di masa yang mendatang.

 

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo, 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Adisasmita, Rahardjo, 2008. Pengembangan Wilayah Konsep Dan Teori. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Arsyad, Lincolin, 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE.

Badan Pusat Statistik, 2019. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Magelang 2014-2018.

Kuncoro, Mudrajad, 1977. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan Cetakan pertama. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Nur Furoida, Aini. Analisis Sektor Ekonomi Kabup aten Cilacap Tahun 2010-2016. Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, (diakses 28 Oktober 2020)

Richard G. Lipsey; Paul N. Courant; Douglas D. Purvis; Peter O. Steiner; alih bahasa A. Jaka Wasana, 1995, Pengantar mikroekonomi. Jilid 1. Edisi 10, Jakarta Binarupa Aksara.

Sapriadi dan Hasbiullah, Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Bulukumba, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makkassar (diakses 27 Oktober 2020)

Sirojuzilam, 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional, Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Pustaka Bangsa Press

Tarigan, Robinson, 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Todaro, P Michael dan Smith, C Stephen, 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga

 

GALERI FOTO

Agenda

Peresmian
Kamis, 20 Desember 2018