Asyiknya Membatik Di Sanggar Fornama


Created At : 2016-10-19 11:06:38 Oleh : fanyrachma Berita Terkait Tugas dan Fungsi Dibaca : 952

Secara historis, batik telah dikenal sejak abad XVII dan dilukis di atas daun lontar. Saat itu motifnya masih didominasi corak binatang dan tanaman, kemudian berkembang corak lainnya secara abstrak yang menyerupai awan relief candi, wayang, dedaunan, dan sebagainya, hingga muncul seni batik modern yang kita kenal sekarang ini.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia pada masanya. Batik pada mulanya hanya dibuat terbatas oleh kalangan keraton. Batik dikenakan oleh raja dan keluarga serta pengikutnya. Oleh para pengikutnya inilah kemudian batik dibawa keluar keraton dan berkembang di masyarakat hingga saat ini. Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya menjadi pekerjaan kaum wanita untuk mengisi waktu luang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kini berkembang menjadi busana favorit pria maupun wanita.

Mengenakan busana batik, mungkin sudah biasa bagi anda. Tapi apakah anda pernah terfikir bagaimana proses pembuatan baju baju batik yang anda pakai? Bahannya, modelnya, hingga motifnya, pernahkah terbersit di pikiran anda bagaimana rumitnya sang perajin batik menghasilkan buah karyanya hingga akhirnya beredar di pasaran? Jika anda penasaran, yuks ikuti perjalanan saya kali ini, belajar membatik di Sanggar Fornama.

Adalah Sudarto, pria asal Salam kelahiran 25 Oktober 1950 sang inisiator Sanggar Fornama yang terletak di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Ketertarikannya pada batik berawal ketika dirinya sedang berjalan-jalan di Kompleks Taman Sari Keraton Yogyakarta. Kemudian melihat aneka ragam industri batik, yang berorientasi pada produk untuk melayani turis, di samping itu ada pula sanggar yang melayani pelatihan batik untuk anak-anak turis asing dari Belanda, Amerika, dan Eropa.  

“Dari situ, saya tertarik untuk saya kembangkan di Salam Kabupaten Magelang, karena di Salam saya belum pernah melihat, malah belum ada pelatihan batik untuk anak-anak yang sifatnya hanya masa liburan dan sebagainya. Alhamdulillah saya kembangkan di sini sudah berjalan sembilan tahun merekrut sembilan angkatan, satu angkatan 40 siswa terdiri dari siswa SD maupun MI kelas VI. Masing-masing sekolah mengirimkan dua anak, dengan syarat anak yang pintar, yang tekun, yang telaten, ini yang kami bina dan sifatnya reguler. Reguler itu (maksudnya) dibiayai oleh lembaga Fornama, dia  tidak bayar, kami yang berusaha mencari donatur selama satu tahun atau dua semester, Alhamdulillah hasilnya bagus, maksimal”, tutur Sudarto.

Awalnya Sanggar Fornama hanya memberi pelatihan batik Kaligrafi, yakni khusus pada lukisan. Namun kini berkembang ke pelatihan membuat batik jumput karena prospeknya lebih menjanjikan jika dipakai oleh kalangan umum.

Hingga kini, Sanggar Fornama sudah mengeluarkan 8 angkatan, yang masing-masing anak didiknya terus mengembangkan diri membuat batik di rumah maupun dipakai sendiri. Selama 3 tahun terakhir, anak didik Fornama sudah mampu membuat seragam batik yang mereka pakai sendiri, dan bahkan mulai banyak permintaan dari luar untuk pesan batik jumput. Sudarto berharap ke depannya bisa berkembang melayani pesanan seragam lembaga atau instansi.

Siapa Si Batik Jumput?

Sebelum lanjut tentang pelatihan membatik di Sanggar Fornama, yuks kita kenalan dulu dengan si Batik Jumput! Batik Jumput sebetulnya berasal dari Jogja, yang pembuatannya dilakukan dengan cara mengikat kencang di beberapa bagian kain kemudian dicelupkan pada pewarna, oleh karena itu batik jumput sering disebut batik ikat celup. Kemudian batik yang sudah diikat dan dicelup, bisa dikombinasikan dengan dicanting menggunakan malam. Sudarto mengaku mempelajari batik jumput langsung dari sumbernya.

“Batik seperti ini atau jumput seperti ini di Jogja pusatnya, di Semadi Jl. Pahlawan. Di sana memang kampung batik, nahhh saya belajar di sana, termasuk anak Fornama saya kursuskan di sana nginep 3 hari 3 malam, bisa dipraktekan di rumah. Kemudian ingin mengembangkan (batik jumput) di Salam, selanjutnya muncul kreasi-kreasi baru yang meninggalkan gurunya di sana, lalu kita kembangkan ini di Salam”, ujarnya.

Mari Belajar Membatik Jumput

Alat-alat yang dibutuhkan untuk membuat batik jumput di antaranya, ada kertas manila, pensil, spidol, penggaris, penghapus, benang jahit nilon, jarum jahit, kelereng atau manik2, tali rafia, pendedel atau  gunting, ada baskom, sendok, kompor, sarung tangan, yang dibuat dari karet, sarung tangan karet, bahannya dari kain mori, pewarna kain, TRO, dan nitrit, HCL fungsinya untuk mengunci pewarna. Semua bahan tersebut sudah disiapkan oleh Sanggar Fornama.

Langkah pembuatan batik jumput dimulai dengan mendesain pola pada kertas manila, kemudian menjiplak pola dari dari kertas ke atas kain. Lalu untuk menjumput kain siapkan benang nilon dan jarum jahit yang ukurannya besar, kemudian kunci ujung benang, jahit benang mengikuti pola, ikat dengan rafia sampai kencang dan lilitan terasa keras.

Setelah itu kain diwarnai dengan cara dicelup pewarna. Kain yang dijumput atau bagian muka dihadapkan ke bawah agar terkena warna terlebih dahulu. Lalu angkat dan tiriskan sebentar menggunakan tangan sampai tetesan air berkurang, jemur kain di bawah terik matahari, kain yang dijumput menghadap atas, rapikan agar tidak ada kain yang terlipat, dan lakukan dengan cepat. Selang 3 sampai 4 menit, balik kain, rapikan agar tidak ada kain yang terlipat, lakukan pula dengan cepat. Tunggu sampai warna kain sama dengan warna kain sebaliknya. Langkah mencelup dan menjemur kain diulang 3 kali, kain selanjutnya dikunci dengan HCL.

Langkah selanjutnya bilas kain dengan air bersih, tiriskan sebentar lalu lepas benang dan rafia. Selesailah proses pembuatan batik jumput.

Sudarto bercerita, saat ini Sanggar Fornama tengah membina 40 siswa angkatan ke X. Siswa tersebut merupakan siswa terpilih yang berasal dari SD maupun MI se-Kecamatan Salam, dan mengikuti pelatihan secara gratis di Sanggar Fornama. Materi pelatihannya tidak hanya teknik membatik. Untuk semester pertama anak-anak diberi pelajaran bahasa inggris tentang batik, spesifik ke ilmu perbatikan, bagaimana membuat batik, alat-alat yang digunakan untuk membatik, bagaimana cara menjual batik dan sebagainya.

“Karena namanya batik kan, go international ya... Jadi kalau pinter bahasa inggris mendukung sekali untuk pemasaran batik, tujuannya itu, tujuannya jangka panjang itu selama satu semester, mulai jam 8 sampai jam 10, bahasa inggris tentang batik, lalu jam setelahnya sampai jam 12 langsung praktek batik sama jumput”, terangnya.

Jika ada masyarakat umum yang berminat mengikuti pelatihan batik jumput, Sanggar Fornama juga membuka kesempatan tersebut. Pelatihan membatik diadakan tiap hari Minggu di Sanggar Fornama. Hanya dengan biaya Rp. 175.000 untuk sepuluh kali pertemuan, masyarakat bisa mendapat ilmu sekaligus praktek membatik di sini.

Selama 9 tahun berdiri, Sanggar Fornama masih memfokuskan sanggarnya mengabdi untuk melatih siswa. Tiap semester, sanggar ini membuka kesempatan mencari donatur untuk menjalankan pelatihan, hal ini diakui Sudarto tidak gampang.

“Saya bisa merekrut donatur 30 orang tiap semester, ada yang seratus ribu, ada yang dua ratus ribu, dari infak, zakat, shodaqoah, nahhhh... tiap satu semester terkumpul sekitar 4 juta untuk operasional, ya termasuk keluarga saya dan istri ini donatur dan sebagainya, jadi sifatnya perjuangan, belum ekonomi belum... masih perjuangan...”, tuturnya.

Selain bantuan donatur, ada pula bantuan dari Dinas Perindustrian Kabupaten Magelang berupa kompor listrik. Selanjutnya Sudarto berharap agar Sanggar Fornama bisa terus berkembang di tengah masyarakat, memberi kontribusi ilmu membatik yang diharapkan bisa berguna bagi para siswanya untuk digunakan sebagai bekal tambahan keterampilan siswa. fanyrachma

GALERI FOTO

Agenda

Peresmian
Kamis, 20 Desember 2018